Bolehkah kita ikut nyoblos pemilu ini?
Dijawab Oleh Ustadz Abu Muawiyah Askari hafizhahulloh:
Hari-hari ini hari-hari pilgub, pilkada. Apa hukumnya mengikuti pemilihan itu?
Ma’asyaral ikhwah rahimakumullah, suatu hal yang tentunya
kita tidak mengingkari bahwa (الانتخابات) atau pemilihan, itu termasuk
dari bagian demokrasi. Yang kita sudah mengetahui borok-boroknya. Yang
tentu para ikhwah sekalian sudah membaca sedikit banyak tentang masalah
demokrasi. Yang prinsipnya sudah bertentangan dengan islam.
Dari sisi ini saja sudah jelas penyimpangannya, belum lagi yang lainnya. Dampak-dampak buruk, al intikhabat termasuk diantaranya. Siapa saja suaranya sama, yang kafir, yang muslim, sama. Yang shahibul maksiat dengan seorang mukmin, sama. Yang shalat, yang tidak shalat, sama. Yang jahil, yang alim, sama. Disamakan, intikhabat, dari sini saja menunjukkan sangat bertentangan. Maka asal hukumnya ikut serta dalam perkara-perkara yang seperti ini, seakan-akan kita ikut meramaikan. Memperbanyak jumlah mereka, dan ini tentunya hal yang tidak diperbolehkan.
Akan tetapi para ulama, memberikan satu pengecualian dalam permasalahan ini. Yaitu dalam perkara akhaff al-dhararain’, atau min bab taklili syar, meminimalisir sebuah kejahatan, sebuah keburukan. Misalnya, ada dua orang yang dipilih, yang satu muslim, kita tahu dia baik secara dhahir dia baik, tidak dzalim kepada rakyat, misalnya. Yang satunya lagi, muslim tapi bejat. Kita tahu, kalau dia yang dipilih, maka prostitusi dilancarkan, kemudian tempat-tempat maksiat itu akan ditebar di berbagai tempat. Kalau keikut sertaan kita dalam hal menyoblos itu memberikan faidah min bab akhaff al-dhararain’. Dalam artian ada faidahnya itu, memberikan pengaruh, maka kata para ulama la ba’tsa, tidak mengapa, boleh, termasuk dalam kaidah min bab akhaff al-dhararain’.
Bahkan kata Syaikh Abdul Muhsin Al Abbad, bahkan kalau antum tinggal di sebuah negara kafir, misalnya. Lalu dua-duanya yang dipilih, itu dua-duanya kafir, tapi yang satu kafirnya kafir mendingan. Ada kafir tapi dalam hal menyikapi rakyatnya, lebih baik daripada yang kedua misalnya. Yang satu ini kita kenal suka menindas kaum muslimin, suka menindas yang betentangan dengan agamanya dia, misalnya. Maka boleh min bab akhaff al-dhararain’. Ini, kata para ulama, kalau memberi pengaruh. Tapi kalau لَا يُسْمِنُ وَلَا يُغْنِي مِن جُوعٍ tidak mengenyangkan, tidak memberikan pengaruh sama sekali, maka asal hukumnya tidak diperbolehkan.
Ini dalam hal mencoblos, bukan dalam hal mendukung. Misalnya ikut mensosialisasi, datang seorang yang akan dipilih, misalnya. Dia datang, “Kamu saya lihat ini punya bakat untuk jadi tim sukses, nih uang untuk kamu, sekian juta, nih tolong baju ambil, bagi-bagikan kepada teman-temanmu itu, bagi-bagi!” Ini berarti dia telah termasuk dalam orang yang ikut meramaikan pesta demokrasi, itu hukumnya haram, tidak diperbolehkan. Jadi diperhatikan, kalau memang diketahui. Kalau misalnya orang-orang yang terpilih itu antum tidak tahu. Ini yang calon pertama, kedua, ketiga, keempat, sama saja, ya sudah tidak usah ikut-ikutan. Sama, tidak usah ikut-ikutan.
Nah ini ma’asyaral ikhwah rahimakumullah, kadang-kadang ada sebagian itu memudah-mudahkan masalah ini. Nah, Syaikh Albany membolehkan, kebetulan dapat fatwa. Nah buktinya Syaikh Albany membolehkan, ini fatwanya. Padahal beliau dalam permasalahan ini khusus, seperti yang kita sebutkan tadi, min bab taklili syar. Untuk meminimalisir kejahatan yang terjadi. Sekarang antum tahu tidak, apakah dengan datangnya salah seorang yang terpilih itu kemudian memberikan kepada antum uang, ataukah memberikan kepada antum pakaian, berarti berkesimpulan wah berarti orang ini baik. Buktinya yang lain tidak pernah datang ke ana, tidak pernah memberikan duit ke ana. Berarti antum sudah terpengaruh.
Nah ini ma’asyaral ikhwah rahimakumullah, tolong dipahami dengan baik pernyataan para ulama. Jangan sampai kemudian dimanfaatkan, kebetulan dia sudah punya hawa nafsu, tambah lagi kebetulan dia ingin numpang di fatwa Syaikh Albany, maka yang seperti ini bathil, tidak diperbolehkan, asal hukumnya haram. Sekali lagi para ulama hanya membolehkan min bab akhaff al-dhararain’. Kalau betul-betul diterapkan kaidah yang seperti ini, boleh silahkan. Dengan tidak ikut meramaikan pesta demokrasi. Kemudian juga nampak seperti yang dijelaskan oleh para ulama, bahwa ada diantara mereka dikhawatirkan, ada diantara mereka yang dikhawatirkan kalau dia yang naik, maka dia dzalim misalnya, maka dia pilih yang lain. Itupun kalau memberikan pengaruh, kalau tidak maka tidak ada gunanya. Allahul musta’an, wallahu ta’ala a’lam.
أَفَنَجْعَلُ الْمُسْلِمِينَ كَالْمُجْرِمِينَ مَا لَكُمْ كَيْفَ تَحْكُمُونَ
Maka apakah patut Kami menjadikan orang-orang Islam itu sama dengan
orang-orang yang berdosa (orang kafir)? Atau adakah kamu (berbuat
demikian): bagaimanakah kamu mengambil keputusan? (QS Al-Qalam: 35-36)Dari sisi ini saja sudah jelas penyimpangannya, belum lagi yang lainnya. Dampak-dampak buruk, al intikhabat termasuk diantaranya. Siapa saja suaranya sama, yang kafir, yang muslim, sama. Yang shahibul maksiat dengan seorang mukmin, sama. Yang shalat, yang tidak shalat, sama. Yang jahil, yang alim, sama. Disamakan, intikhabat, dari sini saja menunjukkan sangat bertentangan. Maka asal hukumnya ikut serta dalam perkara-perkara yang seperti ini, seakan-akan kita ikut meramaikan. Memperbanyak jumlah mereka, dan ini tentunya hal yang tidak diperbolehkan.
Akan tetapi para ulama, memberikan satu pengecualian dalam permasalahan ini. Yaitu dalam perkara akhaff al-dhararain’, atau min bab taklili syar, meminimalisir sebuah kejahatan, sebuah keburukan. Misalnya, ada dua orang yang dipilih, yang satu muslim, kita tahu dia baik secara dhahir dia baik, tidak dzalim kepada rakyat, misalnya. Yang satunya lagi, muslim tapi bejat. Kita tahu, kalau dia yang dipilih, maka prostitusi dilancarkan, kemudian tempat-tempat maksiat itu akan ditebar di berbagai tempat. Kalau keikut sertaan kita dalam hal menyoblos itu memberikan faidah min bab akhaff al-dhararain’. Dalam artian ada faidahnya itu, memberikan pengaruh, maka kata para ulama la ba’tsa, tidak mengapa, boleh, termasuk dalam kaidah min bab akhaff al-dhararain’.
Bahkan kata Syaikh Abdul Muhsin Al Abbad, bahkan kalau antum tinggal di sebuah negara kafir, misalnya. Lalu dua-duanya yang dipilih, itu dua-duanya kafir, tapi yang satu kafirnya kafir mendingan. Ada kafir tapi dalam hal menyikapi rakyatnya, lebih baik daripada yang kedua misalnya. Yang satu ini kita kenal suka menindas kaum muslimin, suka menindas yang betentangan dengan agamanya dia, misalnya. Maka boleh min bab akhaff al-dhararain’. Ini, kata para ulama, kalau memberi pengaruh. Tapi kalau لَا يُسْمِنُ وَلَا يُغْنِي مِن جُوعٍ tidak mengenyangkan, tidak memberikan pengaruh sama sekali, maka asal hukumnya tidak diperbolehkan.
Ini dalam hal mencoblos, bukan dalam hal mendukung. Misalnya ikut mensosialisasi, datang seorang yang akan dipilih, misalnya. Dia datang, “Kamu saya lihat ini punya bakat untuk jadi tim sukses, nih uang untuk kamu, sekian juta, nih tolong baju ambil, bagi-bagikan kepada teman-temanmu itu, bagi-bagi!” Ini berarti dia telah termasuk dalam orang yang ikut meramaikan pesta demokrasi, itu hukumnya haram, tidak diperbolehkan. Jadi diperhatikan, kalau memang diketahui. Kalau misalnya orang-orang yang terpilih itu antum tidak tahu. Ini yang calon pertama, kedua, ketiga, keempat, sama saja, ya sudah tidak usah ikut-ikutan. Sama, tidak usah ikut-ikutan.
Nah ini ma’asyaral ikhwah rahimakumullah, kadang-kadang ada sebagian itu memudah-mudahkan masalah ini. Nah, Syaikh Albany membolehkan, kebetulan dapat fatwa. Nah buktinya Syaikh Albany membolehkan, ini fatwanya. Padahal beliau dalam permasalahan ini khusus, seperti yang kita sebutkan tadi, min bab taklili syar. Untuk meminimalisir kejahatan yang terjadi. Sekarang antum tahu tidak, apakah dengan datangnya salah seorang yang terpilih itu kemudian memberikan kepada antum uang, ataukah memberikan kepada antum pakaian, berarti berkesimpulan wah berarti orang ini baik. Buktinya yang lain tidak pernah datang ke ana, tidak pernah memberikan duit ke ana. Berarti antum sudah terpengaruh.
Nah ini ma’asyaral ikhwah rahimakumullah, tolong dipahami dengan baik pernyataan para ulama. Jangan sampai kemudian dimanfaatkan, kebetulan dia sudah punya hawa nafsu, tambah lagi kebetulan dia ingin numpang di fatwa Syaikh Albany, maka yang seperti ini bathil, tidak diperbolehkan, asal hukumnya haram. Sekali lagi para ulama hanya membolehkan min bab akhaff al-dhararain’. Kalau betul-betul diterapkan kaidah yang seperti ini, boleh silahkan. Dengan tidak ikut meramaikan pesta demokrasi. Kemudian juga nampak seperti yang dijelaskan oleh para ulama, bahwa ada diantara mereka dikhawatirkan, ada diantara mereka yang dikhawatirkan kalau dia yang naik, maka dia dzalim misalnya, maka dia pilih yang lain. Itupun kalau memberikan pengaruh, kalau tidak maka tidak ada gunanya. Allahul musta’an, wallahu ta’ala a’lam.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar