Minggu, 02 Maret 2014

10 wasiat ibu untuk calon mempelai putri..

Dan ambillah teladan, wahai muslimah, dari kisah berikut ini. Karena kisah ini bertutur kepada ibu yang penuh ketulusan terhadap putrinya. Ia juga bertutur kepada para anak perempuan yang cerdas sebagaimana ia juga bertutur kepada setiap wanita yang sudah menikah. Dan karena kisah inilah sebuah perumpamaan arab dibuat,

ما وراءك يا عاصم

"apa yang ada di belakangmu hai ‘Ishom?".

Abul Fadhl An Naisaburi dalam kitabnya “Majma’ul Amtsaal” berkata: “Maa waroo`aka yaa ‘Ishoom?” Al Mufadhdhol berkata: orang yang pertama kali mengucapkan perkataan ini adalah Al Harits bin ‘Amr, raja Kandah. Yaitu ketika ia mendapatkan kabar tentang kecantikan, kesempurnaan, dan kecerdasan putri ‘Auf bin Mahlim asy Syaibani, ia memanggil seorang wanita dari Kandah yang dipanggil dengan nama ‘Ishoom; seorang wanita yang cerdas, pandai berbicara, serta tinggi budi bahasa dan sastranya.

Sang raja berkata: “Pergilah sampai engkau dapat memberitahuku tentang hal ihwal putri ‘Auf ini”. Maka ‘Ishoom pergi menemui ibu gadis itu, yaitu Umamah bintul Harits dan memberitahukan maksud kedatangannya. Maka Umamah memberikan pesan kepada putrinya dan berkata: “Wahai anakku, ini adalah bibimu telah datang untuk melihatmu. Maka janganlah kamu tutupi kalau ia ingin melihat wajah atau perilakumu. Dan bicaralah kalau ia mengajakmu bicara”. ‘Ishoom pun masuk menemuinya. Maka ia melihat sesuatu yang belum pernah ia lihat sebelumnya. Setelah itu ia keluar seraya berkata: “Tarokal khidaa’ man kasyafal qonaa’” (orang yang sudah menyingkap topeng, tidak akan tertipu). Ia membuat perkataan ini sebagai sebuah perumpamaan. Lalu ia pergi menemui Al Harits.

Ketika Al Harits melihatnya datang, ia berkata:

ما وراءك يا عاصم

“Apa yang ada di belakangmu wahai ‘Ishoom?” (maksudnya: kabar apa yang engkau bawa wahai ‘Ishoom? Kemudian ‘Ishoom mendeskripsikan fisik dan akhlak sang putri ‘Auf dengan ungkapan-ungkapan sastra yang menjelaskan kecantikan dan kebaikan gadis tersebut. Deskripsi ini sengaja dipotong oleh penerjemah -pent).

Lalu sang raja mengutus seorang utusan kepada ayah gadis itu dan menyampaikan lamarannya. Sang ayah menikahkan putrinya dengan sang raja. Maskawin pun dikirimkan. Dan putri ‘Auf dipersiapkan hingga ketika ia hendak dibawa kepada suaminya, ibunya berkata:

“Wahai putriku, kalaulah suatu wasiat tidak diberikan karena orang yang diberi wasiat sudah sempurna akhlaknya, maka tentu wasiat ini tidak akan kuberikan kepadamu. Akan tetapi, ini sekedar pengingat orang yang lupa dan penyokong orang yang ingat. Kalaulah seorang wanita bisa tidak membutuhkan seorang suami karena kekayaan orangtuanya dan ia juga sangat dibutuhkan oleh keduanya, tentulah kamu orang yang paling tidak membutuhkan seorang suami. Akan tetapi wanita itu diciptakan untuk laki-laki dan laki-laki itu diciptakan untuk perempuan.”

“Wahai putriku, sesungguhnya engkau akan berpisah dari lingkungan yang darinya engkau keluar, dan engkau akan meninggalkan sarang yang di dalamnya engkau tumbuh besar. Ke sebuah sarang yang belum pernah engkau tahu dan seorang pendamping yang tidak pernah engkau kenal. Maka ia dengan kerajaannya akan menjadi pengintai dan pengatur atas dirimu. Maka jadilah seorang hamba untuknya, niscaya dia akan menjadi seorang budak dan orang yang baik untukmu.”

“Wahai putriku, embanlah dariku sepuluh sifat, maka sifat-sifat itu akan menjadi perbendaharaan dan kenangan untukmu:

(1) mendampingi dengan sifat qona’ah dan bergaul dengan penuh penerimaan dan ketaatan.

(2) Serta teliti dengan apapun yang dilihat suamimu dan awas dengan apapun yang diciumnya.

(3) Jangan sampai ia melihat dirimu dalam keadaan buruk dan jangan pula ia sampai mencium darimu kecuali aroma yang harum.

(4) Celak adalah sebaik-baik perhiasan dan air adalah sebaik-baiknya pengganti wewangian.

(5) Kemudian bersiap diri pada saat makan dan tenang pada saat tidur. Karena panasnya lapar akan mengobarkan rasa marah, dan membuat sulit tidur akan memancing kekesalan.

(6) Lalu menjaga rumah dan hartanya, serta mengurusi diri, keluarga dan anak-anaknya. Karena menjaga harta itu merupakan baiknya perhitungan. Dan mengurusi anak dan keluarga merupakan baiknya pengaturan.

(7) Dan jangan engkau sebarkan rahasianya, serta jangan engkau bangkang perintahnya. Karena kalau engkau sebarkan rahasianya, engkau tidak akan aman dari penghianatannya. Sedangkan kalau engkau bangkang perintahnya, engkau akan mengobarkan amarahnya.

(8) Kemudian hindarilah dengan itu semua sikap bersuka cita ketika sedang bersedih. Dan sikap berduka cita ketika sedang bergembira. Karena sifat yang pertama itu merupakan kelalaian. Sedangkan yang kedua akan membuat suasana menjadi keruh.

(9) Dan jadilah orang yang sedemikian mengagungkannya, maka dia akan menjadi orang yang sedemikian memuliakanmu. Dan juga jadilah orang yang sedemikian menurutinya, maka dia akan menjadi orang yang sedemikian lama bisa engkau dampingi.

(10) Dan ketahuilah bahwasanya engkau tidak akan dapat meraih apa yang engkau sukai sampai engkau mendahulukan keridhoannya di atas keridhoan dirimu sendiri dan mendahulukan keinginannya di atas keinginanmu sendiri dalam segala hal yang engkau sukai ataupun engkau benci. Dan semoga Allah Subhanahu wata’ala menjadikan baik semuanya untukmu.”

Lalu sang putri itu pun dibawa dan diserahkan kepada sang raja. Dan ia mendapatkan kedudukan agung di sisi raja tersebut serta melahirkan untuknya tujuh orang yang kemudian menjadi raja Yaman selanjutnya.

[Dinukil dari risalah Nashaih Syaikh Jamal Al Haritsi lil Akhwatis Salafiyat. Diterjemahkan oleh redaksi http://akhwat.web.id dari tautan: http://www.sahab.net/forums/showthread.php?t=335750]

Tidak ada komentar: